Friday, January 17, 2020

suling bambu

Suling

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Berbagai macam suling.
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu atau terbuat dari bambu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perakemas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.
Suling konser pada sebelum Era Klasik (1750) memakai Suling Blok (seperti gambar atas), sedangkan pada sebelum Era Romantis (Era Klasik 1750-1820) pakai Suling Albert (kayu hitam berlubang dan dilengkapi klep), dan sejak Era Romantis (1820) memakai suling Boehm (kayu hitam atau metal dilengkapi klep semua yang disebut juga suling Boehm, sistem Carl Boehm), atau suling saja.
Khusus musik keroncong di Indonesia pada Era Stambul (1880-1920) memakai suling Albert, dan pada Era Keroncong Abadi (1920-1960) telah memakai suling Bohm.

kacapi

Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Alat Musik Kecapi – Kecapi merupakan alat musik tradisional dari sunda alias Jawa Barat yang dimainkan dengan cara di petik untuk mewarnai kesenian music yang ada di tanah sunda. Tidak banyak yang mengetahui apa yang dimaksud dengan alat musik kecapi, kebanyakan masyarakat mungkin mengetahui kalau kecapi adalah buah, bukan alat musik.
Padahal kecapi sudah ada sejak lama. Maka dari itu yuk simak sejarah alat musik kecapi dan teknik memainkannya yang sudah sangat lekat dengan budaya sunda, Jawa Barat.

Awal Mula Sejarah Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Kecapi adalah alat musik tradisional yang sudah dikenal sejak berabad-abad tahun yang lalu. Awal mulanya kecapi berasal dari negeri China yang memiliki nama lain yaitu Ghuzeng. Dan kecapi biasanya digunakan untuk mengiringi musik dengan alunan yang lembut dan mendayu.
Kecapi merupakan alat musik tradisional yang berkembang di daerah Jawa, yang lebih tepatnya diyakini berasal dari daerah Kuningan Jawa Barat. Sejarah alat musik kecapi juga merujuk pada tanaman sentul, yang mana kayunya diyakini digunakan untuk membuat alat musik kecapi. Di sunda sendiri kecapi dijadikan alat musik utama dalam tembang sunda atau Mamaos Cianjuran dan kecapi suling.
Baca Juga: Alat Musik Bali

Bahan Pembuatan Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Walaupun kelihatannya alat musik ini sederhana, tapi proses pembuatannya tidak sesederhana itu. Kayu yang dijadikan bahan dasarnya itu berasal dari kayu Kenanga. Kayu tersebut sebelum digunakan harus terlebih dahulu direndam selama 3 bulan, baru bisa dibentuk menjadi sebuah kecapi yang sesuai kebutuhan.
Senar yang digunakan juga bukan senar dari kawat sembarangan. Melainkan dari jenis kawat suasa (logam yang terdapat campuran emas dan tembaga) jika ingin mendapatkan kualitas suara yang bagus. Namun, pada saat ini senar kecapi terbuat dari kawat baja karena mahalnya harga kawat suasa.

Bentuk Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Ternyata kecapi tidak hanya memilik satu jenis bentuk saja, ada 2 jenis bentuk alat musk kecapi yaitu kecapi parahu dan kecapi siter.
  • Kecapi Parahu. Kecapi parahu bentuknya mirip seperti perahu pada umumnya, kecapi ini dibuat dalam proses yang cukup lama yakni 3 bulan dan lubang resonansinya berada dibagian bawah untuk memungkinkan suara keluar lebih jelas. Pada jaman dahulu kecapi parahu ini dibuat langsung dari bongkahan-bongkahan kayu dengan cara memahat nya.
  • Kecapi Siter. Kecapi Siter merupakan bentuk yang lebih sederhana dari kecapi parahu, biasanya sisi bagian atas dan bawahnya berbentuk trapesium yang rata dan terdapat lubang resonansi didalamnya. Bentuk alat Kecapi ini cocok disandingkan dengan suling sunda yang terbuat dari bambu, alunan dari kedua alat musik tersebut menghasilkan harmoni yang merdu dan indah khas sunda.

Cara Memainkan Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Cara memainkan kecapi siter dan kecapi parahu sama saja, yaitu dengan cara dipetik. Kecapi suling adalah sebutan untuk perangkat waditra sunda yang ada di hampir semua daerah Tatar sunda. Waditra terdiri dari dua jenis yaitu suling dan juga kecapi.
Meskipun kecapi sering dijadikan sebagai instumental, kecapi juga bisa dijadikan untuk mengiringi juru sekarang biasanya membawakan lagu-lagu secara Rampak Sekar atau Anggara Sekar.

Teknik Memainkan Alat Musik Kecapi

Alat Musik Kecapi
Alat musik kecapi cara memainkannya yaitu dengan cara dipetik menggunakan jari tangan, baik itu kecapi siter maupun kecapi parahu. Namun dalam memainkannya harus menggunakan teknik agar suara yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus dan enak didengar.
Jika ingin memainkan alat music kecapi harus menguasai teknik memainkannya, agar bisa menghasilkan melodi yang indah. Ada 3 teknik memainkan alat musik kecapi yang perlu diketahui sebelum memainkannya :

1. Teknik Di Jambret

Teknik Di jambret, terdengar unik karena seperti sebuah tindak kejahatan. Tapi tenang saja ini bukan teknik yang diajarkan untuk melakukan tindak criminal kok. Ini adalah teknik yang dilakukan dengan cara menggerakkan jari jemari tangan kanan, yakni jari jempol, jari tengah, dan jari telunjuk diatas 3 senar nada yang dibunyikan secara bersamaan.
Dan dengan 2 jari jemari tangan kiri, yakni jari jempol dan jari telunjuk dengan memetik senar sebagai pengisi nada bebas. Disebut teknik di jambret karena posisi badan yang juga tangan pemain kecapi terlihat seperti ingin menjambret.
Biasanya teknik ini digunakan pada saat mengiringi tembang atau lagu-lagu dengan tempo yang cepat harus hati-hati memainkannya karena jika salah sedikit maka nada yang dihasilkan berbeda.

2. Teknik Sintreuk Toel

Memainkan alat musik kecapi dengan teknik sintreuk toel adalah teknik memetik senar kecapi dengan cara menjentikkan jari pada senar kecapi menggunakan ujung jari telunjuk tangan kanan dan tangan kiri. Teknik ini seperti sedang mentoel atau mencolek seseorang.
Tangan kanan dan tangan kiri harus memiliki peran yang sangat signifikan. Hal itu karena harus menyelaraskan antara ketetapan dan kecepatan nada sepanjang tembang atau lagu saat dimainkan menggunakan kedua jari telunjuk di masing-masing tangan.
Pada teknik ini harus memposisikan jari telunjuk melengkung di bawah senar kecapi, dan pemain alat musiknya menjentikkan atau mentoel senar dengan jari telunjuk sehingga menghasilkan bunyi nada yang diinginkan. Tehnik seperti ini biasanya digunakan untuk menghasilkan alunan-alunan nada yang melodis.

3. Teknik Dijeungkalan

Di teknik ini posisi badan pemain alat musik lebih condong ke depan dan posisi jarinya hampir mirip dengan teknik di jambret. Hanya saja yang membedakannya adalah posisi pemainnya. Jari jemari tangan kanan memainkan 3 senar nada secara bersamaan sedangkan jari jemari kiri memetik senar dan memainkan nada dengan bebas.
Baca Juga: Alat Musik Jawa

angklung

Sejarah Alat Musik Bambu Asal Jawa Barat, Angklung

0
1907
sumber foto: bamboeindonesia.wordpress.com
Angklung adalah alat musik bernada ganda yang telah dikenal sejak abad ke 11. Nama angklung sendiri berasal dari Bahasa Sunda yaitu angkleung-angkleungan. Angklung terdiri dari dua suku kata yaitu angka yang berarti nada dan lung yang berarti pecah. Alat musik ini terbuat dari bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Bunyi tersebut dihasilkan oleh benturan badan pipa bambu sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.

bajidoran

Bajidoran, Seni Rakyat Jawa Barat

Aksarajabar.com, SENI – Bajidoran adalah bentuk kesenian rakyat yang tumbuh dan berkembang di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Barat, khususnya di daerah Subang dan Karawang. Menurut sejarahnya, Bajidoran lahir pada tahun 1990-an. Kesenian ini perpaduan dari dangdut, jaipongan dan ketuk tilu.
Daya tarik kesenian ini ada pada sosok sinden atau ronggeng yang digandrungi oleh para bajidor, istilah bagi orang yang gemar menari atau ngibing di pakalangan (arena pertunjukan), memesan lagu, serta memberi uang saweran. Oleh karena itu, keseniannya pun diberi nama Kliningan Bajidoran atau Bajidoran, sedangkan kata kerjanya menjadi ngabajidor.
Musik pengiringnya adalah seperangkat gamelan yang pada umumnya menggunakan laras salendro, sering dipentaskan oleh penyelenggara atau biasa disebut pamangku hajat, mengiringi pesta syukuran inisiasi (kelahiran bayi, khitanan, perkawinan), atau acara syukuran lainnya yang berkaitan dengan upacara-upacara ritual (hajat bumi, panen, menyambut datangnya hujan, bersih desa, dan lain-lain).
Sinden atau ronggeng yang terdiri dari berbagai usia mulai dari remaja sampai wanita paruh baya yang masih menekuni profesinya. Biasanya dalam sebuah acara bajidoran terdapat sebuah selendang yang di siapkan oleh droup jaipongan yang secara gentian dipakai oleh para bajidor ketika menari atau sebagai ajakan kepada bajidor lain untuk menari. Sementara para sinden duduk manis di atas panggung dengan satu atau dua orang yang yang ngawih. Sementara yang lain nya bergantian menari dan menerima uang saweran. Selain harus pandai menari sinden juga harus piawai dalam ngawih (menyanyikan lagu jaipongan) yang di minta oleh para bajidor. (red)

jaipong

Kopi dalam Rekaman Musik   Kamis, 09 Januari 2020   Netizen Atep Kurnia* Piringan hitam yang berisi lagu “Iyskopi”. (Sumber: madrotter-treasure-hunt.blogspot.com) AYOBANDUNG.COM -- Sejarah rekaman musik dan lagu Sunda tersebar dalam berbagai tulisan dan buku. Bila dikumpulkan, antara lain, dalam dua buku berbahasa Sunda: Padalangan (1942) karya M.A. Salmun dan Daja Swara Soenda (1950) karya Moech. A. Affandie. Bila Padalangan memusatkan perhatiannya pada bahasan mengenai perdalangan di Jawa Barat dan hanya menyentil sedikit ihwal rekaman lagu Sunda, Daja Swara Soenda meski tipis, seluruhnya bertalian dengan musik dan lagu Sunda. Di luar kedua karya tersebut, sejarah dan perkembangan rekaman musik dan lagu Sunda dapat diikuti dari berbagai hasil penelitian. Antara lain, bisa disebutkan, makalah “The Sundanese Traditional Music in Radio Broadcasting, 1930s-1950s” (2001) oleh Shota Fukuoka; “The Relevance of Snouck Hughronje’s recordings of Sundanese Music (1905-1906)” (2011) dan “Some notes on the pantun storytelling of the Baduy minority group: Its written and audiovisual documentation” (2016) oleh Wim van Zanten; Music and media in the Dutch East Indies: Gramophone records and radio in the late colonial era, 1903-1942 (2013) oleh Philip B. Yampolsky; dan The recording industry and ‘regional’ culture in Indonesia: the case of Minangkabau (2016) oleh Suryadi. Dari berbagai sumber di atas, saya jadi mengetahui bahwa tembang Sunda merupakan musik pertama di Indonesia yang direkam pada mesin bicara (fonograf). Ini dilakukan G. Tesséro pada 1892. Mengenai hal ini Suryadi (2016) membuktikannya melalui pemberitaan Selompret Melajoe edisi 27 September 1892. Ahli musik Benjamin Ives Gilman merekam pada piringan fonograf musik gamelan dari Parakan Salak yang ditampilkan pada The World’s Columbian Exposition di Chicago (1893). Rekamannya kini ada di Library of Congress, Amerika Serikat. AYO BACA: Warna Kopi Kemudian pada 1905, Snouck Hurgronje merekam rajah pantun Sunda dengan menggunakan piringan lilin (wax cylinder). Hasil rekamannya pada Cylinder I-10, yang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, berjudul “Djampe njawer. Lagoe Galoeh” (Van Zanten, 2016). Dalam Pantjaran Warta edisi 17 Agustus 1911 ada iklan penjualan 36 piringan Odeon 26201-26236, yang berisi musik Islam dan tembang Sunda serta gambang rancag. Pada Juli 1913, perusahaan asal Jerman, Lyrophon, mengiklankan “Repertoir in allen Kultursprachen” yang di antaranya berupa rekaman musik Sunda. Selanjutnya pada 1930-an, ahli musik Jaap Kunst membuat rekaman musik gamelan dan tembang Sunda pada 78 piringan hitam. Menurut perhitungan Yampolsky (2013), antara 1903-1917, dihasilkan 601 rekaman musik dan teater yang ada di Jawa Barat atau 16,57% dari keseluruhan piringan hitam yang ada di Hindia Belanda. Jumlah tersebut terdiri dari gamelan Sunda, kacapi-suling, wayang golek dan wayang orang, reog dan ogel, serta gamelan Cirebon. Pada fase 1930-1942, rekaman musik Sunda kian meningkat. Jumlahnya mencapai 1620 rekaman atau 16,68% dari total yang terbit di Hindia Belanda. Jenis musiknya adalah gamelan Sunda, kacapi-suling, wayang golek dan wayang orang, reog dan ogel, ketuk tilu, angklung, penca, degung, longser, pantun Sunda, tarawangsa, musik Sunda yang menggunakan pekakas Barat, gamelan Cirebon, dan yang tidak terklasifikasi. Sejak 1930-an, musik dan teater Sunda dalam bentuk tampilan langsung maupun piringan hitam mulai mengudara dari stasiun radio yang ada di Bandung dan Jakarta. Hal ini seiring dengan didirikannya stasiun radio NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep Matschappij) pada 1934 dan VORL (Vereeniging Oosterse Radio Luisteraars) pada 1935 (Fukuoka, 2001). Tidak heran, bila pesinden dan jurutembang seperti Nji Moersih, Nji Iti Narem, Nji Resna, Nji Mas Djoedjoe, Nji Ito, Nji Anah, Nji Djoelaeha, Nji Mene, Njimas Soehari dan lain-lain sering tampil di corong radio. Demikian pula “bobodoran” atau Ogel Menir Moeda, wayang golek dengan Dalang R.O. Partasoewanda, dan lain-lain. AYO BACA: Kopi Kekes Dari sejarah dan perkembangan tersebut, yang membikin lebih tertarik lagi adalah ditemukannya lagu Sunda yang berkaitan dengan kopi pada salah satu piringan hitam. Rekaman tersebut sudah dialih-mediakan menjadi format mp3 dan dimuat dalam situs madrotter-treasure-hunt.blogspot.com. Judul lagunya “Ijskopi” atau “Es Kopi” yang direkam di atas piringan hitam merek “Delima” yang bergambar dua kepala kuda. Lagu Sunda berdurasi 3 menit 9 detik itu dinyanyikan oleh Njimas Soehari dan diiringi Orkest Sekar Galih. Dari lagu yang liriknya terdiri dari empat bait itu, yang berkaitan dengan kopi ada pada bait pertama dan kedua. Pada bait pertama terdengar, “Ijskopi mah agan dina dasaran, direndengkeun geuning jeung kopi susu/abdi nampi agan sok ka gamparan, ngan bae ulah rek ...” (Es kopi sudah disajikan, berdampingan dengan kopi susu/saya terima tuan, hanya saja jangan ...). Sayang kata setelah “rek” tidak jelas saya dengar, sehingga saya tidak dapat menuliskan katanya.  Sementara pada bait kedua yang terdengar sebagai berikut, “Ijskopi mah aduh dijingjing-jingjing, dijual mah agan ka pasar Bandung/Nyeri asih aduh sok ngajangjawing, gamparan ulah rek pundung” (Es kopi dijinjing-jinjing, dijual ke pasar Bandung/Sakit karena cinta menyebabkan derita, janganlah tuan merajuk). AYO BACA : Pecandu Kopi Pada penelusuran selanjutnya, terutama dari fase setelah Indonesia merdeka, saya menemukan beberapa judul lagu Sunda lagi yang berkaitan dengan kopi. Penelusuran tersebut yang saya temukan dalam bentuk ketuk tilu, kliningan, pop Sunda, jaipongan, dan lain-lain. Paling tidak, lagu-lagu yang saya temukan tersebut berjudul “Tjai Kopi”, “Warung Cikopi”, “Tukang Kopi”, “Warung Kopi”, “Kopi Manis”, “Kopi Susu”, “Kembang Kopi”, “Sagelas Cai Kopi”, “Buah Kopi”, dan “Buah Kopi Pileuleuyan”. Semuanya bersumber dari alih media kaset pita yang diunggah dalam situs madrotter-treasure-hunt.blogspot.com.    Lilis Suryani mulai terkenal dengan menyanyikan “Tjai Kopi” yang diciptakan Muslihat. (Sumber: madrotter-treasure-hunt.blogspot.com) Lagu “Tjai Kopi” diciptakan oleh Muslihat atau Mus K. Wirya. Lagu ini menurut kabar Selecta (1968) ikut melambungkan nama penyanyi yang pertama kali mendendangkannya, Lilis Suryani, pada 1962. Katanya, “Ketika Lilis menjanjikan lagu ‘TJAI KOPI’, sebuah lagu tjiptaan Muslihat dengan iringan orkes ‘SUITA RAMA’ jang sudah di-ph-kan. Lalu ph ini disiarkan via RRI”. Namun, menurut Remy Sylado, dalam Perempuan Bernama Arjuna 6: Sundanologi dalam Fiksi (2017), lagu tersebut mengalami pelarangan di Bandung, karena berkaitan dengan nuansa keagamaan. Selengkapnya, menurut Remy, “Mula-mula ‘Cai Kopi’ pada 1962, dinyanyikan oleh Lilis Suryani, diikuti pelarangannya di Bandung, karena keberatan orang di Priangan Timur yang menyebutkan bahwa melodi lagu ini diambil dari tradisi baca ayat suci Al-Quran di daerah itu.” Sementara dari liriknya, yang berkaitan dengan kopi ada pada bait kedua, yang merupakan refrain yang pertama. Bunyinya, “Cai cai kopi kopi, peupeuriheun dileueut moal/Calik calik sareng abdi, peupeuriheun pacaket moal” (air, air, kopi, kopi, meski takkan diminum/duduk, duduk, bersamaku, meski takkan berdekatan). Bila dilihat dari susunannya, bait ini diambil dari sisindiran (pantun). Lagu “Cai Kopi” juga dimuat dalam album Seni Sunda Kumis Baplang oleh Hindun Komalasari. Kosaman Jaya, pencipta lagu “Warung Cikopi”. (Sumber: Facebook) Lagu selanjutnya adalah “Warung Cikopi” atau “Tukang Kopi”. Lagu ciptaan Kosaman Jaya ini sering diulang-nyanyikan oleh para penyanyi Sunda, antara lain, oleh Yayah Ratna Sari (Si Bungsu) dalam album Jaipongan Asli Karawang Group dengan tajuk Tukang Kopi-Cium Seribu. Sementara Asep Sunandar Sunarya dan Detty Kurnia berduet menyanyikannya dalam Lagu Humor Band Buta (1988). Sementara lagu “Tukang Kopi” dimuat dalam album Ketuk Tilu Karawang Cikalong Hideung oleh Si Kinyang Aminah. Memang lagu “Warung Cikopi” berisikan semacam dialog antara seorang lelaki, pembeli kopi dengan seorang perempuan tukang jual kopi, yang tampaknya juga menjadi sepasang kekasih. Mula-mula si laki-laki kopi yang rasa manis dan pahitnya pas (“Neng, kopina hiji, sing karasa amis paitna”), tetapi si penjual tidak mau kalau hanya untuk mengutang lagi (“Ah.. abdi mah embung, lamun dianjukan wae ...”), apalagi kalau mengutangnya rasa cintanya (“Keun dianjuk kopi, asal ulah dianjuk hate”). Si lelaki kemudian malah menjawabnya bahwa pada bulan Zulhijjah akan langsung dibayar sekalian dengan mas kawin (“Bulan Rayagung, dibayar jeung mas kawinna”). Disusul satu sisindiran yang terdiri dari empat larik sampiran dan empat larik isi, yang mengutarakan kebiasaan menggoda si lelaki bila berdekatan dengan si perempuan. Namun, si perempuan seakan mengancam, bila menggoda tidak akan dilayani (“Mun dengkleung dengdek, buah kopi raranggeuyan, raranggeuyan mah teu dipotongan/Lamun padeukeut osok resep ngaheureuyan. Ey.. mun ngaheureuyan, moal.. rek diladangan”). Dua bait selanjutnya digambarkan keadaan warung kopi saat tengah malam yang sepi, dibarengi hujan gerimis, sehingga si lelaki enggan pulang karena harus menanjak (“Warung cikopi, tengah peuting ku sararepi, hujan miripis, rek mulang jauh ka tonggoh”). Di sisi lain, bagi si perempuan, meskipun jualannya tidak laku sehingga merugi, tetapi agak mending karena dikawani kekasih (“Dagang Cikopi teu payu taya nu meuli, sanajan rugi dibaturan ku kabogoh”). Selain dikenal sebagai dalang wayang golek yang kondang, Asep Sunandar Sunarya dikenal pula sebagai penyanyi pop Sunda. Salah satu lagu yang dinyanyikannya adalah “Warung Cikopi”. (Sumber: madrotter-treasure-hunt.blogspot.com) AYO BACA : Motif Kopi Batik Priangan Demikian pula dalam lagu “Warung Kopi”, yang bisa disimak dari album Kliningan Kombinasi berjudul Warung Kopi yang dinyanyikan oleh Djudju Djumiati. Demikian pula dalam album Jaipongan 81 Warung Kopi oleh Juju Juleha; Kliningan Dangdut Wandasari oleh R. Euis Gartika; dan 13 Lagu Top Hits Kesenian Sunda oleh Lona Susan. Dalam lagu dinyanyikan oleh Djudju, liriknya diciptakan BRS. Di sana digambarkan fenomena warung kopi di jalanan kota dan desa (“Ilahar di mana-mana, di kampung sareng di kota/Paragpag di sisi jalan, warung kopi pasti aya”). Warung tersebut diusahakan masyarakat bawah untuk penghidupannya. Yang dijualnya selain kopi, ada wajit dan ranginang dalam toples, serta tandan pisang digantungkan. Para pembeli biasanya lelaki, yang ngopi sambil mengobrol, dan akan sangat tertarik bila pelayannya perempuan montok. Saat sepi malam, warung kopi menarik minat pembeli dari mana-mana (“Komo mun peuting geus sepi, warung kopi narik resmi/nu ti mana nu ti mendi areureun di warung kopi”). Itu disampaikan oleh penyanyi perempuan, yang kemudian dijawab penyanyi laki-laki yang mewakili pembelinya, dengan isinya menyatakan menikmati kopi kental manis sekaligus menyampaikan rasa ketertarikannya kepada si perempuan penyaji kopi (“Kopi ledok manis, semanis anu dagangna”).  Hal senada digambarkan dalam lagu “Kopi Manis” yang dinyanyikan Cucun Cunayah dalam album Jaipongan Kombinasi berjudul Kopi Manis. Dalam lagu yang berdurasi 7 menit 3o detik itu ada dialog antara penyanyi perempuan dan laki-laki, yang mewakili pelayan warung kopi dan pembelinya. Pada awal lagu dapat disimak liriknya sebagai berikut, “Mampir heula, linggih heula. Mangga atuh raosan heula kopi manis, enteh tubruk. Kueh apem haneut keneh. Mun tos nyobi, deudeuieun kopi manis sareng susu. Nu dagangna ge pasti kataji, Akang pasti ngalanggan” (Mampir dulu, duduk dulu. Sila cicipi kopi manis atau teh tubruk. Kue apam masih hangat. Bila telah mencoba, tentu ketagihan kopi manis dicampur susu). Selain album Jaipongan Kombinasi, lagu “Kopi Manis” juga dimuat dalam album Kliningan Jaipong Kacapi Kuring oleh Cucun Cunayah; Tayuban Modern '95 oleh Itih, yang menyertakan keterangan bahwa liriknya ditulis oleh Iip Bakir; dan Kliningan Dangdut Kereta Langsam oleh Pipin Supini. Duet antara penyanyi perempuan dan lelaki juga digunakan dalam lagu “Kopi Susu”. Lagu yang dimuat dalam album bertajuk Kopi Susu dan diselenggarakan Seni Sunda Gentra Maya ini dinyanyikan Mimi Maryami dan Dadi Rosadi. Yang berkaitan dengan kopi susu terdapat dalam bagian awal yang dinyanyikan Mimi dan Dadi bersamaan dalam bentuk sisindiran. Sisindirannya berbunyi “Buah sawo buah katapang, kopi susu kopinya campur/Cari jodoh tidaklah gampang, harus tahu istri yang jujur”. Setelah itu, Mimi menyanyikan lirik “Rumasa abdi mah hideung, rek milih nu kulit bodas, sangkan anak kopi susu, bodas henteu hideung henteu” (Saya akui kulit saya hitam, hendak mencari jodoh berkulit putih, agar punya anak berkulit seperti kopi susu, tidak putih tidak pula hitam). Lirik tersebut kemudian ditimpali Dadi, “Rumasa akang mah pendek, rek milari istri nu jangkung, sangkan anak jadi sedeng, jangkung henteu pendek henteu” (Saya akui tinggi badan yang pendek, hendak mencari istri yang jangkung, agar anak tingginya sedang, tidak jangkung tidak pula pendek). Selain itu, lagu “Kopi Susu” dimuat dalam beberapa album, antara lain, Kisah Saidah oleh Aan Darwati; Jaipongan 82 Meunang Belut oleh Umay Mutiara; Ketuk Tilu Kumis oleh Etty Rochaeti S.; Ketuk Tilu Jaipongan Buah Ketimun oleh Anes Anengsih Tati Sunarya; Tanji Modern Motor Mogok oleh Cucun Cunayah; Klasik Biola Peuting Kamari oleh Emi Nurhayati; album Kagembang oleh Dedeh Winingsih; Tepak Jaipongan 82 Sungkan Paturay oleh Yayah Ratnasari; album Degung Parahyangan secara rampak sekar; Sweet Song Sunda vol 1. Haturkeun Slamet oleh Nanin Sudiar; dan pada album Kliningan Dangdut Pangalaman ti Payun. Dengan banyaknya kaset yang memuat lagu “Kopi Susu”, saya pikir, lagu tersebut sangat digemari baik oleh para penyanyi maupun pendengarnya.  Ada juga lagu “Kembang Kopi” yang dimuat dalam album Jaipong Anyar berjudul Beureum Jagong. Lagu tersebut dinyanyikan oleh Dudeh Dewangsih. Isi liriknya mengaitkan fenomena bunga kopi yang kelopak-kelopaknya berguguran, putih seperti kapas dan keharumannya menyebar karena terbawa angin, dengan kekasih hati yang sedang dinanti-nanti (“Kembang kopi sariwangi, panineungan diri abdi, panyileukan siang wengi nu memang dianti-anti, kembang kopi sedeng ligar mayak bodas lir kapas, seungitna angin-anginan lir wangi asih panutan”). Setelah itu, disusul dengan sisindiran, di antaranya “Dengkleung kaliki, kembang kopi sisi lamping/Ingkeun anu abdi, geuningan bet asa pangling” (Dengkleung kaliki, bunga kopi di sisi lereng/Biarkan milikku, ternyata terasa pangling). Terakhir, saya temukan juga lagu Sunda yang berjudul “Sagelas Cai Kopi” dalam album Pencak Kohkol (cakol) Kolear Kalayang Leupas yang dinyanyikan Cucu Cartika; lagu “Buah Kopi” dalam album Kliningan Sunda Jalan-Jalan oleh Euis Rohaeni; dan lagu “Buah Kopi Pileuleuyan” dalam album Gamelan Seni Sunda Jadi Panganten oleh Tetty Djaswati. Ternyata setelah tahun 1945 banyak juga lagu-lagu Sunda yang diilhami oleh budidaya dan budaya kopi. Apakah pada fase 1892-1942, yang menghasilkan rekaman musik dan lagu Sunda sebanyak 2000-an lebih rekaman sebagaimana hasil penelitian Yampolsky dan lain-lain, juga banyak lagu yang menggunakan kata kopi? Meski hanya mendapatkan satu judul yaitu “Ijskopi”, barangkali kalau saya dapat mengaksesnya niscya lagu-lagu Sunda yang diilhami kopi akan banyak ditemukan. Mudah-mudahan. *Atep Kurnia, Peminat literasi dan budaya Sunda.

---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Kopi dalam Rekaman Musik, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/01/09/75811/kopi-dalam-rekaman-musik

Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com

wayang golek

Melihat Teater Wayang Golek Den Kisot di Ternate

pera pemain teater.jpg
Pengisi teater wayang golek Den Kisot saat tampil di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun/cermat
Suasana di sisi Kantor Dinas Kebudayaan Kota Ternate, yang juga berada di dalam Benteng Oranje, pada Minggu malam (21/12) tampak ramai. Teater boneka Den Kisot--kesatria kelana yang ditampilkan itu sesekali mengocok perut orang-orang yang menyaksikannya.
ADVERTISEMENT
Kata-kata bernada lelucon dengan bahasa melayu Ternate kerap dipakai si dalang. Den Kisot merupakan naskah pertunjukan yang ditulis Goenawan Mohamad dengan mengangkat kembali mahakarya Miguel de Cervantes, yakni Don Quijote. Sebuah novel dari Spanyol yang dibuat sejak abad ke-17.
WhatsApp Image 2019-12-22 at 13.51.18.jpeg
Bela Gamalama saat bertarung dengan Den Kisot dalam pertunjukkan teater boneka di Benteng Oranje, Ternate. Foto: Faris Bobero/cermat
Penyelaras naskah teater yang ditampilkan di Ternate ini, berasal dari Maluku Utara, yakni Nukila Amal, seorang sastrawan yang familiar dengan Novel Cala Ibi-nya.
Den Kisot, sosok kesatria dengan segala petualangannya bersama pengawalnya Sancho Panza, sosok sederhana serta kocak, tampak lucu saat keduanya sesekali menyelipkan kata-kata melayu Ternate.
“Novel ini sudah diterjemahkan ke hampir seluruh bahasa. Yayasan Cervantes minta diperkenalkan ke masyarakat Indonesia. Ya saya pikir yang paling baik ya dengan golek,” ujar Goenawan Mohamad, di hadapan awak media, usai teater.
ADVERTISEMENT
Goenawan bilang, alasan memilih mementaskannya di Ternate karena daerah ini tidak bisa lepas dengan sejarah Spanyol. Sebelumnya, teater ini juga ditampilkan di Tidore. Sebuah kota pulau yang juga punya hubungan masa lalu dengan bangsa Spanyol.
“Dan itu memang ide dari Yayasan Cervantes. Kami semua tidak membayangkan akan ke sini, rencana kami ya Bandung, Jogja, Semarang, Bali. Waktunya memang tepat, ulang tahun Kota Ternate dan 500 tahun Magelhaens,” kata Goenawan. Ia mengakui--ini kali pertama ia sampai di Ternate.
GM, sapaan Goenawan Mohamad tidak menyangka, respons penonton sangat baik. “Saya kan khawatir ya, karena ini kan pertama kali di luar. Di Bandung, itu kan familiar dengan golek. Apalagi orang Sunda. Di Jakarta, ya di Salihara, pusat kesenian. Di sini sama sekali tidak menyangka. Dan di sini orang tidak mengenal main golek, tapi apresiasi itu ada,” ucap pendiri koran Tempo ini.
ADVERTISEMENT
Mengenai pesan yang ingin disampaikan lewat teater, kata dia, semua dikembalikan kepada penonton. Ia menyebut, pengarangnya sendiri bahkan tidak menganggap dirinya sebagai pusat pemaknaan. “Yang memaknai kita, seperti pementasan kita hari ini,” ungkapnya.
Foto bersama.jpg
Foto bersama usai pementasan teater wayang golek Den Kisot di Ternate, Maluku Utara. Foto: Rajif Duchlun
Pementasan teater ini sendiri sudah dilakukan di 4 kota dengan 5 kali pertunjukan, yakni 2 kali di Bandung, dan masing-masing 1 kali di Jakarta, Tidore, serta Ternate.
Sutradara teater, Endo Suanda, saat diwawancarai berada di sebelah GM. Ia menceritakan, awalnya ia menerima naskahnya dari GM, lalu Endo berusaha menerjemahkannya ke dalam bentuk teater.
“Kadang-kadang sebuah bentuk itu tidak hanya dilahirkan dari gagasan, tapi melalui kerja. Lahirnya ini melalui suatu proses. Karena ini kita kan butuh suara, butuh akting,” ucap pakar etnomusikologi, seni tari topeng dan wayang ini.
ADVERTISEMENT
Endo mengatakan, wayang yang dimainkan kali ini berbeda dengan wayang tradisional. Namun, ia merasa sangat senang, karena ini langsung dari pembuat wayang tradisional. “Saya pesankan kepada seseorang yang membuat wayang, jadi alhamdulilah, kami puas sekali dengan wayang tradisi di kampung,” jelasnya.
Pementasan ini, kata dia, melibatkan empat pemain musik, yaitu Agung Maulana pada gitar, Ricky Subagja suling dan kecapi, Erlan Suwardana pada perkusi, dan Ricky Viool pada Violin.
Selain itu, dalang teater Den Kisot ini dimainkan oleh Arie Majenun, dengan dua asistennya, yaitu Gilang Jaya Handika dan Dedi Darmadi. Sementara naratornya diisi oleh Darto Je.
Penyelaras naskah, Nukila Amal, kepada awak media, mengaku bahasa melayu Ternate yang dipakai dalam teater ini, sebenarnya tidak ada dalam naskah aslinya. Ia juga mengatakan, teater ini sampai ke Ternate idenya juga dari Kedutaan Besar Spanyol yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Karena dong (mereka) punya Dubes ini awal tahun, pernah datang ke sini. Kalau tidak salah dua kali, saya dapat info begitu,” ucap penulis buku Laluba ini.
Kedatangan itu, kata dia, membuat pihak Kedutaan Besar Spanyol terkesan dengan jejak-jejak sejarah yang pernah ditinggalkan pendahulunya di Maluku Utara.
“Selain itu, ada perayaan 400 tahun Yayasan Cervantes. Ini di sana kan di luar negeri tokoh tertentu sering dibikin perayaannya. Dan Cervantes ini kan bukunya sudah dibuat dalam banyak bahasa,” kata Nukila.
Pementasan ini juga dihadiri Wali Kota Ternate Haji Burhan Abdurahman, Kepala Dinas Kebudayaan Ternate Arifin Umasangaji, Kapolres Kota Ternate Azhari Juanda, para seniman, sastrawan, hingga pegiat literasi.
Teater Din Kisot ditutup dengan tak terduga, saat sosok wayang Cervantes muncul dan mengatakan bahwa dirinya bukan pencipta cerita Don Quijote.
ADVERTISEMENT
“Tapi saya hanya mereka-reka, tidak menciptakan. Tuan Sahid inilah pangkal dari semuanya,” ujar Cervantes.
“Bukan-bukan Cervantes, ceritaku datang dari keinginan Den Kisot sendiri,” timpal Sahid, sosok boneka wayang dengan ciri sorban di kepalanya.
Cahaya lampu panggung sontak redup dan cerita Din Kisot itu akhirnya usai juga. Tepuk tangan bergemuruh dan tiba-tiba rinai hujan turun membasahi Ternate begitu saja

suling bambu

Suling Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian Berbagai macam suling. Suling  adalah  alat musik  dari keluarga  alat musik...